PROLOGUE

The World of MultiHeroes

Dunia ―yang kita jejaki selama ini― terbagi dalam ribuan dimensi. Dimensi yang tersebar di setiap jejak langkah kita, namun seringkali terlupa selain saat kita tak lagi terjaga. Berbagai dongeng, mitos, legenda seringkali muncul sebagai suatu gambaran dari dimensi yang lain, namun hanya berkembang sebagai suatu kepercayaan yang tak nyata.
Dan mimpi...
Adalah jembatan penghubung antar dimensi tak terbatas. Mimpi adalah suatu garis lurus yang tercipta karena perbedaan dunia, yang membatasi setiap ingatan dalam jelajah ruang waktu.
Pernahkah kalian bermimpi?
Ya, pasti...
Aku sendiri selalu bermimpi menemukan kehidupan lain di luar kehidupanku,
Dan aku selalu berharap ha-hal itu bisa menjadi suatu kenyataan,
Seperti menunggang seekor hippopogriff dan menjemput seorang putri...
Atau menjadi ksatria platina yang melindungi kerajaannya...
Bahkan aku pernah bermimpi bertarung dengan seekor Naga Raksasa...
Dengan kata lain, Aku selau ingin menjadi pahlawan di setiap fantasiku.
Tapi Percayalah satu hal...,
Jangan pernah bermimpi sepertiku, karena hasilnya amat sangat mengerikan.
***

Dimensi ini adalah dimensi diluar Bumi ini yang tercipta karena satu kekuatan pikiran dari setiap manusia yang selalu bermimpi akan dunia yang dipenuhi fantasi. Dimensi yang tak terbatas apapun, selain ruang dan waktu. Tak ada perbedaan antara yang logis dan mustahil, yang fana dan kekal. Suatu Dimensi yang kelihatannya hebat. Ya, memang...
Tapi sisi lain dari Dimensi ini adalah dimensi yang mengerikan. Yaitu suatu dimensi yang terhubung oleh jutaan lembar benang neuron dalam memori kita, mengikat setiap kaitan mimpi dalam alam tidur, baik kehidupan Bumi maupun kehidupan lain diluar antariksa ini. Dan sekali terjebak, selamanya kita akan tertidur dan berada dalam dimensi ini, dimensi mimpi. Dimensi yang kini dipenuhi oleh jiwa-jiwa yang melayang dalam khayalannya masing-masing.
Gerbang penghubungnya tersimpan di setiap ingatan kita, dimana satu kesatuan memori yang sinkronis dari beberapa jiwa akan mampu membukanya.
Dan kini, saatnya aku juga teman-temanku menggunakan impian kami semua untuk membebaskan setiap jiwa yang terjebak. Saatnya menggunakan segenap sisa jiwa kami untuk mengalahkan sang penguasa Dimensi ini, Luxe. Meski ku harus berhadapan dengan dunia fantasi yang kuharapkan sendiri, atau berhadapan dengan teman-teman yang begitu kucintai. Dan aku, juga harus merusak setiap lembar impianku tentang dunia yang seindah ini...
Percayalah, rasanya sakit sekali kala harus menjadi satu dari...
Multi Heroes.

Rabu, 27 Februari 2008

Para Penulis Muda

Lord Of The Ring...
Karya ini segera saja menjadi klasik. Tiga film pun pernah dibuat atas karya yang terdiri tiga bagian ini.

Tolkien menulis Lord of the Rings dan pernik-perniknya dari satu niat mulia. Profesor yang memahami betul mitologi Eropa Utara ini disadarkan bahwa Inggris, negerinya sendiri, tidak memiliki kekayaan mitologi seperti negeri Skandinavia. Jadi, mengapa tidak membuat mitologi sendiri saja?
Dengan segala kemampuan yang dimiliki, Tolkien menyelesaikan The Lord of the Rings lengkap dengan latar belakang wilayah sampai bahasa. Karya ini segera saja menjadi klasik. Tiga film pun pernah dibuat atas karya yang terdiri tiga bagian ini.
Kisah Tolkien ini berbeda dengan para penulis cerita fantasi di Indonesia. Bukan hanya karena mereka masih (sangat) muda. Tapi niatnya juga berbeda. Mereka menulis karena mereka suka dengan cerita-cerita fantasi. Usia yang masih muda juga membuat riset mereka sangat terbatas.
Ini sejumlah penulis yang mulai mendongeng fantasi ini.

AHMAD ATAKA AWWALUR RIZKI

Mengarang Dengan Tulisan Tangan
Tubuhnya kecil mungil. Dengan tinggi 127 cm dan berat badan 25 kilogram, Ataka sepertinya tak pantas duduk di kelas 2 SMP 5 Yogyakarta. Fisiknya seperti anak-anak usia SD saja. Tas punggung di pundaknya tampak kebesaran membenani tubuhnya yang mungil.
Tapi ia, Ahmad Ataka Awwalur Rizki, adalah novelis. Dua buku sudah beredar, Misteri Pembunuhan Penggemar Harry Potter yang bergaya detektif dan Misteri Pedang Skinheald yang ceritanya ala Lord of the Rings.
Remaja ini mulai menulis karena gemar membaca. Ataka terpikat dengan buku sejak duduk di sekolah dasar. Semua majalah anak-anak yang dibelikan orang tuanya selalu dibaca tuntas. Komik-komik mulai dijarah. Tapi novel ia baca “agak” terlambat. Baru kelas 4 sekolah dasar.
Ini dimulai setelah ia kurang puas menonton film Harry Potter di VCD. Ia meminta ayahnya membelikan buku laris itu. Dipikir berbentuk komik, seperti yang biasa ia baca, ternyata tidak. “Kok isinya tulisan tok? Wah, coba saya baca, dan ternyata saya sangat suka,” katanya.
Imajinasinya terus muncul. Sejak kelas lima sekolah dasar ia mulai gemar menulis. Dengan tulisan tangan karena belum memiliki komputer dan tinggal di satu desa di Banyuwangi, Jawa Timur, belum di Yogyakarta seperti sekarang.
Kelas enam mulai menyusun Misteri Pedang Skinheald, kelar setahun kemudian saat sudah berganti seragam menjadi biru. “Soalnya nulisnya nggak tiap hari,” katanya.
Naskahnya ia tulis tangan. Ayahnya, Taufiqqurahman, membawa ke seorang teman yang anggota Akademi Kebudayaan Yogyakarta dan teman itu menawarkan ke penerbitan. Jadilah buku itu dijual.
Sebagai bocah kelas 2 SMP, tentu saja senang sudah bisa menghasilkan uang dari keringat sendiri. Uang itu pun dibelanjakan dengan baik. “Sebagian royalti saya berikan orangtua, sebagian lagi untuk beli buku, menambah koleksi buku-buku bacaan saya,” katanya. [HERU C NUGROHO]

STANLEY TIMOTIUS KURNIA

Satu Buku Setiap Tiga Hari
Di saat remaja berusia 17 tahun lain di Indonesia masih tertatih-tatih membedakan “where have you been” dengan “where do yo come from” di kelas, Stanley Timotius Kurnia sudah menerbitkan novel berbahasa Inggris setebal 300-an halaman. Ini memang prestasi luar biasa. Prestasi ini dipupuk lingkungan yang tepat dan pendidikan di salah satu sekolah terbaik negeri ini.
Seperti penulis lain, Stanley memulai dari kesukaan membaca sejak sekolah dasar. “Saat duduk di kelas satu sekolah dasar, saya membaca 100 buku dalam setahun,” katanya. Berarti, jika dihitung, rata-rata ia melahab satu buku setiap tiga hari sekali. Padahal beberapa bukunya bukan yang enteng. Misalnya Narnia karya C.S. Lewis atau buku-buku Tolkien. Malah, karya Shakespeare pun ia gemari.
Keinginan untuk menulis makin mengusik saat ia mulai membaca Harry Potter karya J.K Rowling beberapa tahun belakangan. “Menyenangkan pasti kalau bisa menulis kisah seperti itu,” kenangnya.
Jika dibaca sepintas, tema yang dipilih Stanley memang tidak beranjak jauh dari kecenderungan fiksi epik yang belakangan digemari pembaca. Kisah dunia sihir, petualangan menaklukkan kekuatan jahat, orang kerdil, dan mantra, menjadi ramuan utama cerita genre ini.
Ia benar-benar menulis karena sekolah tempatnya menuntut ilmu, SMU Pelita Harapan, meminta setiap siswa kelas dua membuat proyek pribadi yang sulit. Stanley pun memilih menulis novel berbahasa Inggris ala Lord of the Rings dengan judul The Corruption.
Ia menggunakan bahasa Inggris karena, katanya, “Saya tidak begitu mahir menggunakan kosa kata bahasa Indonesia.” Ia tidak sok bergaya tapi karena masa kecil sampai remaja dihabiskan di Amerika Serikat.
Proyek menulis fiksi itu akhirnya berhasil ia rampungkan meski waktunya molor agak jauh dari jadwal yang ditetapkan sekolah. “Saya mendapat nilai tertinggi di kelas,” katanya.
Tak habis sampai di sana, Stanley memutuskan untuk menjual karya pertamanya itu. “Supaya makin banyak orang yang dapat membaca,” kata remaja yang gemar bermain biola ini. [ANGELA]

WD YOGA

Ingin (Bergaya) Misterius
Dibanding beberapa rekan seperti A. Ataka A.R. atau Stanley, penulis Ledgard menjadi begitu senior. WD Yoga, si penulis, sudah 24 tahun. Mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Bukan siswa sekolah menengah.
Gaya mahasiswanya muncul. Misalnya, ia enggan mempublikasikan nama asli atau fotonya. “Saya kan penulis fiksi fantasi, biarlah semuanya tetap menjadi misteri. Karena itu saya tidak ingin nama lengkap saya disebutkan, juga tidak ingin difoto,” tegasnya. Di Ledgard pun tidak ada foto atau nama lengkap.
Ledgard bukan buku pertamanya. Ia pernah menerbitkan kumpulan cerpen, baik sendiri maupun bersama teman-temannya. Hobi menulis sendiri sejak kelas 2 SMP, setelah memiliki komputer.
Ia pernah mengelola milis penggemar cerita fantasi. Cerita yang ia tulis, dimuat. Teman berkomentar, memberi masukan. Ledgard pun tidak pernah selesai. Dari milis ini, sebuah penerbit mengenal dan mencetak bukunya.
Yang sama dengan Ataka atau Stanley hanya satu: buku. Ada sekitar 200 judul buku dalam kamarnya. Koleksi komiknya, yang ia gemari sejak anak-anak, sudah disumbangkan. “Daripada nganggur di sini,” katanya. [HERU C NUGROHO]

1 komentar:

Andry Chang mengatakan...

haha... kapan yah saya bisa masuk dalam daftar ini? walaupun bisa dibilang saya tidak terlalu muda lagi seperti mereka2 ini, toh.

btw, blogmu sudah saya link di http://fantasindo.blogspot.com - wow, gambar covernya luar biasa! harap saja itu sesuai dengan isi ceritanya. ditunggu novelnya!